Hari Peduli Sampah Nasional 21 Februari 2018

HPSN 21 Feb 2018

Ada yang momen besar yang terlewat di penghujung bulan februari ini. Entah itu tertutup berita mengenai penganiayaan ulama orang gila, kepulangan HRS, penyelundupan sabu seberat 2 ton atau karena isu PKI yang semakin memanas. Ah sudahlah, karena sama sekali gak doyan dengan namanaya politik praktis, lebih baik membahas isu tentang lingkungan hidup.

Kemarin, tepatnya tanggal 21 Februari 2018 kita memperingati Hari Peduli Sampah Nasional. Kenapa setiap tanggal 21 Februari selalu diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional?

Hari Peduli Sampah Nasional dipicu oleh tragedi longsornya sampah di TPU Leuwigajah pada tanggal 21 Februari 2005 yang membuat banyak korban jiwa, pengelolaan sampah yang buruk menjadi salah satu penyebab permasalahan sampah.

21 Februari 2005 pada dini hari, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah longsor dan mengubur 143 orang tewas seketika. Sekitar 137 rumah di Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung dan dua rumah di Desa Leuwigajah, Cimahi, Provinsi Jawa Barat juga tertimbun longsoran sampah dengan ketinggian mencapai 30 meter.

Selain itu, ribuan ton kubik sampah juga mengubur kebun dan lahan pertanian milik warga Kampung Pojok, Cimahi Selatan seluas 8,4 hektare. Bencana alam berupa longsoran sampah TPA dengan kemiringan tebing 15-45 derajat serta diapit Gunung Pasir Panji dan Gunung Kunci itu merupakan rekor tertinggi di Indonesia dan rekor kedua terbesar di dunia.

Rekor pertama adalah longsoran sampah di TPA Payatas, Quezon City, Filipina. Longsoran sampah yang terjadi pada 10 Juli 2000 sekitar pukul 05.00 waktu setempat itu menewaskan lebih dari 200 orang. Angka itu belum termasuk ratusan orang lainnya yang hilang dalam bencana tersebut. Urutan ketiga ditempati Yunani. Longsoran sampah di TPA dengan sistem landfi ll (menghamparkan sampah di atas lahan terbuka) di Ano Liossia, sekitar 10 kilometer sebelah utara Athena itu menelan korban puluhan orang pada Maret 2003.

Tiga tragedi mengenaskan itu memiliki kesamaan. Ketiga TPA itu berada di perbukitan dengan topografi berlereng, menggunakan sistem landfi ll, dan terjadi pada waktu hujan di musim penghujan. Waspadalah Karena itu bagi Anda yang berada di kawasan dengan kondisi topografi berlereng tersebut berhati-hatilah dan waspadalah saat musim penghujan sekarang ini. Bukan apa-apa, hujan memacu terjadinya longsoran sampah yang menggunung. Hujan yang terus-menerus membuat gas metan (CH4) yang tertimbun sampah terdesak. Gas ini akan berusaha keluar dari air hujan yang mengguyur tadi.

Ketika hujan mengguyur tumpukan sampah, gas metan akan keluar naik, sesuai dengan hukum alam karena memiliki berat jenis yang lebih ringan daripada air. Jika gas metan sudah mencapai 12 persen terhadap total udara, terjadilah ledakan. Metan adalah gas alam tanpa warna, berbau, dan mudah terbakar. Gas berbahaya ini dihasilkan dari penguraian sampah organik seperti dedaunan atau sisa makanan yang menumpuk di tempat pembuangan sampah.

Biang penguraian itu adalah bakteri pembusuk dan terjadi di tempat yang nihil oksigennya (anaerob). Survei yang dilakukan sebelum terjadi longsor oleh pakar lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Enri Damanhuri menunjukkan, konsentrasi gas metan di TPA Leuwigajah sangat kritis yaitu mencapai 10 hingga 12 persen. Bayangkan, gas metan dapat menimbulkan ledakan jika memiliki konsentrasi 12 persen. Inilah mengapa sebelum tumpukan sampah itu longsor, terjadi ledakan yang sangat keras.

Senada dengah hal itu, pakar persampahan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Ir Firman L Syahwan MSi mengatakan, ledakan itu terjadi karena gas metan yang dihasilkan sampah bereaksi dengan udara. Tumpukan berton-ton sampah itu tidak memiliki saluran ventilasi. Ia terjebak dan volumenya terus meningkat seiring dengan bertambahnya sampah. Ketika timbunan gas dalam volume besar ini bersentuhan dengan udara, terjadilah pijar api yang disertai ledakan. “Gas metan yang terisolasi itu meledak karena lubang ventilasi tidak berfungsi,” kata Firman.

Gas metan memang punya sifat mudah terbakar, bahkan meledak seperti bom jika terkena oksigen dalam rasio kecil yakni 14 bagian oksigen berbanding satu bagian metan. Tak mengherankan, di tempat pembuangan sampah kerap terjadi kebakaran yang tak jelas asalusulnya. Kejadian ini pernah terjadi di TPA Suwung Denpasar, Bali dan Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Tetapi di luar nilai itu (kurang atau lebih dari 12 persen), gas metan tidak akan meledak, paling hanya terbakar. Oleh karena itu, salah satu solusi agar tidak terjadi ledakan adalah dengan membakar tumpukan sampah.

Pada teknologi pengolahan sampah modern di beberapa negara maju, gas metan itu disedot keluar lewat ventilasi sehingga meminimkan risiko kebakaran. Selain itu, gas metan hasil pengolahan sampah ini juga digunakan sebagai sumber energi (biogas), termasuk menghasilkan listrik. Unik Longsoran sampah di TPA Leuwigajah itu termasuk unik. Sampah itu melorot satu blok ke bawah, mengupas beberapa dinding bukit. Akibatnya, rumpun- rumpun bambu yang akarnya tidak terlalu dalam itu bergeser ke bawah sejauh dari 500 meter dari tempat asalnya. Rumpun bambu itu masih tetap hidup walau sudah tergeser ratusan meter dari tempat asalnya. Bukan sekali ini TPA Leuwigajah longsor. Menurut catatan yang dihimpun Itoc Tochija dan Budiman dalam bukunya Tragedi Leuwigajah (2005), sebelumnya Leuwigajah telah mengalami dua kali longsor.

Longsor pertama terjadi pada tahun 1990. Ketika itu tidak menelan korban jiwa dan harta benda karena longsorannya berskala kecil. Maklum, saat itu volume sampahnya juga relatif masih sangat rendah. Longsor kedua terjadi tahun 1994. Lonsoran sampah itu juga tidak merenggut jiwa manusia tetapi menimbun tujuh rumah penduduk. Namun entah mengapa walaupun telah diingatkan dengan dua peristiwa tersebut, masyarakat masih juga alpa.

Padahal setahun sebelum peristiwa tragis itu, sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Dinas Lingkungan Hidup telah mengingatkan mengenai kondisi TPA Leuwigajah yang perlu segera ditangani. Ketika itu, umur TPA tersebut memang masih sekitar lima tahun lagi, namun perlu dibenahi dan ditata.

Peringatan itu seolah angin lalu. Para warga malah terus membangun rumah-rumah merangsek mendekati lokasi TPA. Jarak antara permukiman penduduk yang baru dan lokalisasi TPA itu kian mendekat. Ketika sampah tersebut semakin menggunung, longsorannya pun mengubur rumah-rumah beserta para penghuninya yang lalai itu. Mengenaskan memang, TPA Leuwigajah yang pertama kali dipakai pada 13 Januari 1987 itu malah membuyarkan harapan banyak orang.

Marilah kita mulai aksi kecil yang bisa dilakukan mulai dari diri sendiri seperti kurangi menghasilkan sampah dengan menggunakan tumbler atau tempat makan dari rumah, menggunakan totebag sebagai penganti kantong kresek, mengambil makanan yang cukup & dihabiskan untuk mengurangi sampah, kurangi tisu, memisahkan sampah dari rumah dan lain-lain itu adalah aksi kecil dan nyata yang bisa kita lakukan dari diri sendiri mulai saat ini untuk bumi yang bersih.

Sumber

~RTM
22 02 18