Satu hal yang menjadi kebiasaan saya yang mungkin tidak bisa hilang ketika menjejakan kaki pertama kali di tanah yang belum pernah saya kunjungi adalah dengan cara berjalan kaki. Bukan, bukannya saya tak ingin memakai moda transportasi yang banyak dan lebih praktis tapi saya lebih memilih berjalan kaki untuk mengetahui sejauh mana saya bisa menemukan beberapa spot menarik di kota tersebut. Hal ini saya lakukan pertama kali dulu di tahun 1998, ketika hendak kuliah di Bandung. Saya berjalan kaki dari terminal Leuwi Panjang hingga terminal Kebon Kalapa. Kemudian dari jalan Taman Sari hingga jalan Riau lalu tembus ke jalan Aceh hingga Kiara Condong.
Begitu pula dulu ketika saya menginjakan kaki untuk pertama kalinya di kota Sengatta Kutai Timur, saya rela berjalan kaki dari Teluk Lingga hingga Sengatta Lama. Nah yang bikin saya tertawa adalah ternyata kota tersebut hanya sebatas sengatta lama saja, kemudian jalannya berputar dan kembali ke jalan Diponegoro terus ke simpang Bontang. Lumayan lah, jadi saya bisa tahu jalan alternatif dan beberapa tempat bagus di kota ini. Demikian halnya dengan beberapa kota lain seperti Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Makassar, Soroako, Mataram, Satui, Tabalong, Melak, hingga kota Cikarang sendiri.
Kota Padang memang adalah kota pertama kali saya jejakan kaki di tanah Sumatera mendapat perlakuan yang sama dengan kota-kota lainnya. Ya, saya harus mengenal kota ini lebih dekat lagi dan saya ingin menyusuri lorong-lorong kota ini untuk mencari tempat-tempat istimewa di kota ini. Beruntung, hingga akhir pekan ternyata material yang kami tunggu belum juga datang dari Samarinda sehingga sabtu-minggu besok akan libur. Jadi saya susun sebuah rencana untuk pergi di pagi hari dengan spot pertama adalah Pantai padang yang terletak tepat didepan hotel saya menginap. Berbekal sarapan pagi, 2 botol air mineral, serta sandal jepit biru saya niatkan untuk menyusuri kota Padang dengan cara berjalan kaki.
Tepat jam 07:00 saya keluar dari lobby hotel dan dengan tatapan serta langkah yang mantap saya niatan untuk ke lokasi pertama yaitu Pantai Padang. Rutenya lumayan jauh dari hotel, mungkin sekitar beberapa ratus meter saja. Tetapi yang namanya di kota, tetap saja jalan kaki segitu kerasa juga capeknya. Apalagi pagi ini cuacanya lumayan cukup panas, jadi butir-butir keringat mulai keluar dari tubuh saya. Untuk sampai ke lokasi, ternyata harus melewati beberapa persimpangan. Nah yang jadi masalah, ternyata kota Padang memiliki ratusan persimpangan yang semuanya mirip satu sama lain. Bahkan lebih parah dari kota Bandung, alhasil saya harus tersasar beberapa kali di persimpangan Pasar Raya. Berbekal ilmu survival dan naluri yang saya dapatkan ketika menjadi seorang pendaki gunung dulu, akhirnya saya bisa keluar dari labirin simpang 5 pasar raya dengan memakan waktu sekitar 30 menit. Masih ada beberapa persimpangan lagi yang mesti saya lewati untuk sampai di tempat tujuan.
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya saya tiba di Pantai Padang. Pantainya cukup baik, dengan beberapa buah pemecah ombak terbuat dari batu yang tertata dengan rapih. Sayang, tempat pertama kali yang datangi cukup tinggi sehingga sulit untuk turun dan menikmati ombaknya. Tempatnya cukup ramai, apalagi banyak berjejer kios-kios makanan yang menyediakan es kelapa hijau dan ikan bakar. Lokasinya yang tepat berada di dekat kota menjadikan pantai ini sebagai salah satu tujuan utama untuk melepas penat.
Pemecah Ombak
Menariknya lagi, pemandangan yang indah ini saya dapatkan secara gratis. Ya, tanpa tiket masuk dan kita bisa langsung menikmatai hamparan laut yang terbentang luas. Ombak disini cukup lumayan besar, sehingga agak berbahaya jika berenang. Ada tanda peringatan yang cukup besar disekitar lokasi tersebut, agar para pengunjung berhati-hati.
Papan Peringatan Berenang
Puas menikmati pemandangan laut, kemudian saya lanjutkan berjalan lagi ke arah selatan dan tak lama berjalan saya menemukan gedung budaya Sumatera Barat. Sayang saya tak sempat masuk kedalamnya karena masih tutup dan suasananya masih sepi. Saya lanjutkan berjalan kaki dan menemukan sebuah persimpangan yang cukup membingungkan. Beruntung saya melihat papan petunjuk yang agak tertutup daun yang cukup lebat. Wow, Jembatan Siti Nurbaya ternyata tepat di depan jalan yang akan saya lalui. Lumayan lah pikir saya, dengan sekali jalan ada beberapa tempat menarik di kota Padang ini bisa saya kunjungi.
Jembatan Siti Nurbaya
Saya agak mempercepat langkah kaki agar segera bisa sampai di jembatan yang sangat terkenal itu. Kurang lebih 15 menit, akhirnya saya sampai di Jembatan Siti Nurbaya. Pemerintah membangun jembatan ini untuk menghubungkan Gunung Padang dan kota Padang. Tepat dibawah jembatan ini banyak perahu yang bersandar. Ternyata waktu yang paling cocok untuk mengunjungi lokasi wisata ini adalah pada waktu menjelang matahari terbenam, karena kita dapat menyaksikan keindahan pemandangan matahari terbenam dari jembatan tersebut.
Bersambung…
~RTM 22-02-2015