Suasana malam yang begitu riuh itu tiba-tiba terasa sunyi dikarenakan kehadiran seseorang laki-laki muda berambut panjang dengan pakaian yang serba putih. Pandangan semua orang yang hadir saat itu tertuju ke tempat di mana pemuda tersebut duduk di antara undangan para tamu kehormatan yang datang di bagian bangku VVIP. Dengan rasa penasaran dan keheranan, seorang ibu yang dari tadi memperhatikan orang tersebut memberanikan untuk bertanya kepada salah satu panitia yang lewat didepanku.
“Maaf dik…. Beneran yang akan ceramah dan memberi tausiah kita pada malam ini orang itu?”. Dengan rona wajah setengah percaya dan penuh kebingungan si ibu tersebut berusaha mencari-cari informasi tentang pemuda tersebut.
“Betul bu…. Ustadz itu yang akan mengisi tausiah kita di malam ini”.
“Apakah dia sering berdakwah…??? Terus apa dia sering memberikan dakwah dengan penampilan seperti itu…??? Semakin banyak saja pertanyaan yang dilontarkan sang ibu untuk meyakinkan dirinya akan sesosok manusia yang duduk di barisan depan bangku VVIP. Semakin terperangah si ibu itu ketika panitia tersebut membacakan riwayat hidup dan biodata laki-laki berambut panjang tersebut. Rona wajahnya yang penuh kebingungan kini berubah menjadi kemerahan karena merasa malu bahwasanya dia sudah sangat tergesa-gesa dalam menilai seseorang dari kulit luarnya
Apakah disadari atau tidak, kebanyakan dari kita kadang masih terperangkap oleh pola pikir yang berkembang di masyarakat umum, hanya dengan menilai penampilan fisik seseorang. Terkadang kita terjebak oleh opini masyarakat umum tentang penampilan seseorang hanya dinilai dari luarnya saja. Tak jarang ketika menilai seseorang kita tergesa-gesa mengukur hanya pada penampilan fisik, gelar atau jabatan semata, namun mengabaikan bagaimana pribadi di balik tampilan luarnya. Sehingga tak heran berkembang di masyarakat, orang-orang yang sibuk memperbaiki tampilan luar dan berbangga dengan wajah, pakaian, rumah, kendaraan atau jabatan yang disandang tetapi lalai untuk menata pribadinya. Masyaallah…!!
Atas jasa media salah satunya TV si rambut gondrong terkadang dijadikan sebagai sosok yang lebih sadis di mata masyarakat dan menciptakan suatu pencitraan yang buruk bagi ratusan bahkan jutaan masyarakat negeri tercinta ini. Astagfirullah….!!!
Padahal Allah SWT sendiri telah berfirman bahwa..”.Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu….”(QS. Al-Hujuraat:13)
Dengan berpedoman pada wahyu-Nya tersebut, seharusnya manusia bisa melihat dirinya sendiri dan orang lain secara kasat mata apakah telah mencapai derajat taqwa dan seberapa tinggi tingkat ketaqwaanya. Pernah suatu ketika di tahun 2001 ketika kebetulan penulis masih menjadi mahasiswa dan sedang melakukan jiarah kubur di salah satu makam di daerah Telaga Murni Cikarang barat, sekelompok ibu-ibu terlihat keheranan dan berdiri mematung melihatku duduk dengan membaca beberapa ayat suci Al-Qur’an yang ku kirimkan untuk arwah para leluhurku. Serasa tersanjung juga ketika mereka mengatakan salut dan bangga terhadap diriku dan tidak sedikitpun berniat riya pada saat mereka mengatakan “Kok bisa yach…?”.
Alhamdulillah setelah kejadian tersebut orang tuaku mengerti setelah kuberikan penjelasan dan membiarkanku untung memanjangkan rambutku dan bahkan sampai saat inipun aku masih kerap melakukannya. “Gondrong yang penting shalat dan bisa ngaji mak, ntu nyang penting….” begitulah ucapku ketika menjelaskan kepada orang rumah ketika memanjangkan rambutku.
Pada desember lalu ketika penulis sudah berkeluarga dan menjadi seorang ayah serta menjadi karyawan di perusahaan asing dengan penampilan seperti tahun 2001 dahulu, kembali terjadi pengalaman unik ketika terpaksa mengimami beberapa orang tua. Ranbut gondrong serta gelang kaki yang masih menempel di kaki sepertinya tak menghalangi diri ini untuk lebih dekat kepada-Nya.
Dan Alhamdulillah, dilingkungan tersebut penulis ternyata jauh dari imej yang menyebabkan perasaan seram itu hadir menyelimuti pikiran bapak-bapak yang saya imami.
Bahkan kini yang ada hanya rasa haru membuncah setiap melihat teman-teman sepekerjaan yang berambut gondrong ketika melakukan berbagai aktivitas ibadah.
Ya Allah, ampunilah mereka karena pernah terbersit sebentuk rasa akan penampilan luar hamba-hambaMu yang lain. Padahal bisa jadi mereka sangat mulia di hadapan Engkau. Berkali-kali istighfar menggema di hati kami dan terucap di lisan seiring dengan penjelasan sang ustadz gondrong yang saat itu sedang membahas tentang orang-orang yang bersegera pada ampunan Allah. Subhanallah, gondrong itu bukanlah sebuah aib…!!!
(Penulis adalah seorang pekerja tambang perusahaan asing yang kini sedang menyapkan diri untuk melanjutkan pasca sarjana teknik mesin).
Tanah Bumbu, May 31, 2013