Hampir 10 hari berada di kota Padang, selama itu pula saya hanya diajak berkeliling diseputaran kota tersebut. Maklum, pekerjaannya cukup besar sehingga tanggung jawabnya juga sedikit lumayan. Jika boleh saya infokan, nilai pekerjaan ini cukup fantastis jika customer membeli komponen yang baru dengan harga Rp. 7,5 M. Akan tetapi, karena perusahaan memberikan optional untuk memperbaiki saja, sehingga nilai pekerjaannya jauh dibawah harga tersebut. Wajar saja karena nilainya yang cukup besar, customer selalu mengejar-ngejar agar pekerjaan tersebut cepat selesai.
Sebenarnya untuk pekerjaan saya sendiri hanya dibagian awal dan akhir saja, akan tetapi karena delay material dari Samarinda mengharuskan saya menunggu tanpa ada kepastian kapan material tersebut datang. Selama tiga hari tanpa kabar, akhirnya tepat pada pagi tanggal 25 Februari 2015 saya mendapatkan kepastian bahwa material tersebut sedang dalam perjalanan menuju kota Padang dan saat ini masih berada di Kabupaten Sijunjung. Apa salahnya jika kami pick up sendiri, karena jika menunggu mungkin akan memakan waktu satu hari lagi. Dengan langkah cepat dan berdiskusi dengan atasan, akhirnya kami sepakat akan menjemput material tersebut di tengah jalan dengan alasan akan memangkas waktu.
Mulailah pagi itu kami bersiap-siap, di kantor perwakilan padang. Dengan menggunakan kendaraan double cabin akhirnya kami melakukan perjanjian akan menjemput material tersebut di kabupaten Solok yang berjarak beberapa jam dari kota Padang. Perjalanan dari kantor terasa tanpa hambatan sama sekali, akan tetapi ketika melewati tempat bernama Indarung setelah PT Semen Padang terasa sekali perubahannya. Jalannya semakin menanjak terjal, bahkan melebihi tanjakan di alas roban, nagrek dan tanjakan emen. Masyaallah, jalannya menanjak dan berbelok tajam tepat berbentuk setengah anak panah. Bisa dibayangkan jika akan melewatinya, kendaraan harus mengambil sisi bagian luar dari jalan disebelahnya. Alhasil, jika truk yang lewat maka akan terjadi antrian yang cukup panjang hingga beberapa ratus meter.
Setelah beberapa lama menanjak, ternyata saya temukan satu lokasi yang menarik untuk dikunjungi yaitu taman hutan raya Bung Hatta. Taman hutan raya ini berada pada ketinggian 400-1.300 mdpl (meter di atas permukaan laut). Taman Hutan Raya Bung Hatta memiliki beragam jenis tanaman, seperti Raflesia Gaduansi, Balangphora sp, Amorphopalus (bunga bangkai), anggrek alam dan binatang yang dilindungi, seperti siamang, kambing hutan, tapir, beruang, harimau Sumatra, burung kuau, dan lainnya. Sayang karena waktu itu kami harus mengejar waktu jadi kami hanya singgah sebentar dan tidak masuk ke dalam taman tersebut.
Perjalanan pun kami lanjutkan kembali, menuju kabupaten Solok. Perjalanan kami masih ditemani oleh rimbunnya hutan dan udara yang sejuk serta kabut tebal disisi gunung. Entah berapa lama kami berjalan, ternyata cacing didalam perut sudah mulai bernyanyi dan minta diberi makan. Maklum pagi tadi hanya sarapan nasi goreng sedikit, jadi tangki ini rasanya sudah kosong karena jalan yang menanjak ini. Karena tak ada warung tegal disepanjang perjalanan, akhirnya kami putuskan untuk mampir dan membeli buah-buahan yang ada disepanjang jalan menuju solok dengan harapan bisa mengganjal perut yang sudah mulai kosong ini.
Si Atoy (bukan nama sebenarnya) mekanik sekaligus sang supir dengan sigap langsung menepikan kendaraan disisi jalan. Ternyata dia juga sudah lapar sekaligus mengantuk. Maklum suasana sejuk dan perjalanan yang jauh sungguh menguras tenaga. Buah markisa menjadi sasaran kami yang pertama kali dihajar, selanjutnya pisang dan beberapa potong dodol yang dibungkus dengan daun jagung. Nah yang bikin saya keheranan adalah dodol tersebut. Ternyata dodol nya adalah dodol buatan “Cililin Bandung…” Aih serasa di lembur…
Tanpa terasa sudah dua keranjang buah markisa dan 1 sisir pisang yang saya tidak tahu namanya pisang apa, tetapi rasanya sangat manis telah habis kami santap berempat. Selanjutnya adalah buah yang dari tadi membuat saya penasaran, yang sepertinya segar. Saya pun baru pertama kali bertemu dengan buah ini. Warnanya begitu cerah menggoda dan kelihatannya berasa seperti tomat. Langsung saja saya ambil sebuah dan saya gigit, dan ternyata rasa buahnya malah seperti buah kecapi. Rasanya kecut-kecut segar. Saya lihat isi dalamnya, dan ternyata mirip seperti buah terong. Jangan-jangan ini yang namanya buah terong belanda. Karena cukup masam, akhirnya saya hanya habiskan sebagian saja dan sisanya saya buang.
Tak lama berselang, akhirnya kami sampai juga di kabupaten Solok yang memakan waktu 2 jam naik kendaraan dari Padang. Apa yang dibayangkan oleh kami berempat semenjak perjalanan dari kios buah tadi ? Tepat, warung nasi…!!! Maklum sudah lewat tengah hari, sehingga perut ini mulai keroncongan karena buah pengganjal yang tadi sudah diserap menjadi energi. Ya, pas diperempatan jalan dekat sebuah SPBU kami menemukan sebuah warung makan yang cukup nyaman dengan view bukit yang menghijau. Karena tidak ada menu yang lain selain masakan padang, selera makan kami sedikit turun. Maklum seminggu kebelakang baik pagi, siang, dan malam kami disuguhkan masakan santan ini, sehingga agak sedikit bosan dengan menu yang ini-ini saja. Meskipun selera makan kami sedikit turun, tetap saja nasi nya harus nambah.
Begitulah, selepas makan kami telpon sang supir penghantar barang dan ternyata jaraknya sudah dekat dengan tempat kami makan. Akhirnya kami janji bertemu di satu titik untuk bertemu dan mengambil barang tersebut. Selang beberapa lama, truk tersebut sampai dan kami langsung mengambil barang yang kami butuhkan dan segera kembali ke padang untuk menyelesaikan pekerjaan.
~RTM
25-02-2015
Terong Belanda, heheheh….!!! Saya pernah ke Bukittinggi, sebelah mananya Solok ya? 🙂
Kaya nya samping-sampingan deh…
Pembatas Solok dan Bukittinggi itu banyak kang : Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam. Jarak sampingannya cuma 73 km, hehe…
Hahaha… ane malah gak ngerti pak 😀
Salam kenal, mas.
Memang ya Indonesia punya banyak tempat2 yg indah.
Dan ngomong2 soal buah markisa, saya belum pernah melihat sama sekali, hehe.
Salam kenal juga….
Wah, ditempat saya kalau lagi musim pasti banyak mas, harganya murah lagi.
Pemandangannya kayak foto kartu pos, indah banget..👍 Itu buah terong Belanda atau amarillo (bhs Inggris dan Spanyol).
Eh..salah.., tamarillo maksudnya…(terburu-buru nulis, huruf jadi ‘t’ ketinggalan)
Asa di daerah Cikalong wetan teh 😀
Baru tau ternyata buah terong Belanda rsanya seperti buah kecapi
Oh ya bener daerah Cikalong Wetan, yg Kulon juga mirip.. Rasa mirip tapi tampilan beda jauh pastinya..
Hahaha…. betul
Wah, kurang foto truknya nih.. Soalnya saya penasaran ma bentuk truknya, hehe..
Hahaha… truknya biasa aja mas.
Lain kali saya posting deh 😀
Hoho, kalau merencanakan sesuatu atau membuat janji kudu mengucapkan “ان شاء الله” Mas.. 🐱
QS. Al-Kahfi: 23-24
Astagfirullah lupa mas…
Terima kasih sudah diingatkan 🙂
Tempat istirahat yang ada warung jualan taruang balando itu nama daerahnya Kayu Aro. Awal dibuka dulu Taman Hutan Raya Bung Hatta rame setiap akhir pekan. Pulang tahun kemaren saya liat Tahura Bung Hatta sudah agak kotor dan terkesan kurang dirawat.
Waktu di Padang Kang Rahmat makan gulai kepala ikan karang gak? Lagi ngetop sejak beberapa tahun lalu.
wah baru tahu kalau daerah itu Kayu aro pak. Kebetulan pas di Indarung sempat juga ngerasain gulai kepala ikan karang….
Masih asri-asri gitu ya pemandangannya 😀
Iya, mirip bumi Priangan. Sejuk….
Oleh oleh, kripik pedes Bang hehehe
Hihihi…. udah habis oleh-olehnya Ke 😀
Uihhh. Pemandangan bagus mas.
Jadi pengen minum terong Belanda dah skrg
Cobain aja, saya juga masih penasaran pengen lagi…
Di jus tuh bang.. Terong belanda kaya antioksidan.. 😀
Hijau gitu ya ngelihatnya adeeemmmm…
Hihihi…iya nanti klo dapet lagi pengen nyoba di jus ah..
melihat pemandangan itu jadi teringat waktu berkunjung ke rumah paman di sumedang tepat belakang rumahnya percis seperti itu .
Hahaha … betul, mirip juga dengan Cikalong wetan 😀
Jalan antar kota di Sumatra mayoritas emang kayak gitu, kecil & berbelok2. Seharusnya ada transportasi kereta api aktif lintas dari Tanjung Karang – Banda Aceh melewati semua provinsi di Sumatra.
Betul, pas ke sana saya lihat ada jalur kereta api. Sayang tidak terawat, padahal rel kereta tersebut masih bagus kondisinya…
solook…
ke danau kembar ga…?
Gak sempet kesana, soalnya dikejar-kejar kerjaan…. 😦
Di semen indarung?
Yup… Semen Padang Chrys..
okeeyy…
kalo dikasih 7,5 milliar, enak nya buat apa aja yaaa ??? dalam 10 hari mesti habis hehehe